Mendidik Lewat Poster
- Oswald da Iry
- Feb 3, 2017
- 3 min read

Apa yang akan Anda lakukan jika Anda memiliki pacar, dan pacar Anda meminta Anda mengantarkannya ke kampusnya? Menyewa sebuah helikopter untuknya? Memakai mobil kakak anda? Dengan Go-Jek? Sewa Taksi? Atau dengan motor Anda sendiri?
Pagi ini saya teringat pelajaran desain pada mata pelajaran TIK saya di SMA. Waktu itu saya disuruh oleh Cik Megi untuk membuat sebuah poster. Waktu itu juga, saya dan 10 teman kelas yang lain diminta untuk membuat poster dengan Corel Draw.
Saya sendiri bukan tipikal orang yang membuat poster dengan Corel Draw sebagai aplikasinya. Saya lebih memilih Photoshop dan inDesign saat saya ingin membuat sebuah desain, entah itu poster atau desain yang lain.
Saat itu saya bernegosiasi dengan Cik Megi. Saya bertanya kepada Cik Megi,"Cik, kalau saya bikin desainnya pakai Photoshop boleh nggak?" Cik Megi menjawab,"Ya boleh-boleh aja yang penting desain posternya nanti bagus, tetap saya nilai."
Sebelum kami mengeksekusi, kami belajar dasar-dasar yang ada di Corel Draw. Beberapa dasar pengoperasian Corel Draw akan kami gunakan untuk membuat poster. Sebagian dari kami sudah menguasainya, meskipun ada beberapa yang baru pertama belajar Corel Draw untuk mendesain poster. Sesi belajar dasar-dasar Corel Draw berlangsung dengan baik. Beberapa dari kami yang sudah mengerti mengajarkan kepada teman-teman kami yang belum mengerti.
Eksekusi dimulai. Saya membuka laptop saya dan mulai membuat sebuah poster dengan Photoshop. Teman-teman yang lain juga mulai membuat poster, bedanya mereka menggunakan Corel Draw. Teman yang duduk di samping saya pada waktu itu tampaknya menemukan kesulitan. Ia bertanya kepada saya untuk memecahkan masalahnya. Saya yang paham akan solusinya menjawab dengan tenang dan ia bisa melanjutkan posternya. Poster kami semua selesai dan pada akhirnya kami mendapatkan nilai yang lebih dari cukup.
Sebuah contoh sederhana bagaimana seorang guru mendidik siswanya. Dalam konteks ini, permasalahan yang harus saya dan 10 teman lain hadapi adalah 'Bagaimana saya membuat poster?' Sementara Cik Megi menawarkan solusi berupa 'Siswa dapat membuat poster menggunakan Corel Draw.'
Silabus dan Cik Megi adalah jalan bagi saya dan 10 teman saya untuk bisa membuat poster. Silabus merupakan tata cara, kemudian Cik Megi dan kami merupakan pelakunya. Bedanya Cik Megi adalah pembimbing kami dan para siswa adalah pelaku utama pedoman tersebut.
Saya tidak tahu apakah indikator keberhasilan yang tertulis dalam silabus untuk materi ini. Yang saya tahu adalah, goal dari pembelajaran ini adalah 'siswa dapat membuat sebuah poster yang baik.' Mungkin saja pada waktu itu, silabus menggaris bawahi 'Corel Draw' sebagai aplikasi dan jalan siswa untuk membuat sebuah poster. Tetapi jika di silabus benar demikian, apakah siswa benar-benar harus membuat poster dengan Corel Draw?
Mungkin apa yang dilakukan oleh Cik Megi pada waktu itu bertentangan dengan apa yang dikatakan silabus. Tetapi apa yang dilakukannya bukanlah hal yang buruk. Cik Megi tidak neko-neko memaksa kami menyelesaikan sebuah masalah dengan satu solusi mutlak. Cik Megi memberi kami kebebasan untuk memecahkan masalah dengan solusi lain.
Coba bayangkan ketika saya harus membuat poster dengan Corel Draw, tidak boleh pakai Photoshop. Mungkin nilai saya pada waktu itu tidak akan seoptimal yang saya dapatkan. Mungkin juga setelah hari itu, saya jadi baper dan berhenti mendesain karena guru saya memaksa saya untuk menggunakan Corel Draw. Atau yang paling parah ketika saya malah mendendam pada Cik Megi karena metode mendidiknya yang demikian. Tetapi karena Cik Megi berani menentang silabus, ia sudah berhasil mendidik kami dalam hal membuat poster.
Cik Megi pada hari itu benar-benar membebaskan kami semua dalam cara kami membuat poster. Apa yang Cik Megi lihat pada waktu itu bukanlah tentang ilmu Corel Draw-nya. Apa yang ia lihat ternyata lebih besar dan jauh lebih esensial dibandingkan pedoman berupa silabus tersebut. Apa yang Cik Megi lihat adalah bagaimana kami menemukan solusi kami masing-masing untuk permasalahan yang kami hadapi.
Kembali kepada cara mengantarkan si pacar ke kampus. Apakah jika Anda mengantarkan pacar Anda dengan helikopter itu salah? Apakah dengan mobil kakak Anda juga salah? Ataukah dengan Go-Jek juga salah? Atau jika Anda menyewa sebuah taksi juga salah? Semuanya sah-sah saja. Anda akan memilih salah satu dari opsi tadi sesuai dengan yang Anda anggap dan Anda rasa pilihan itu baik. Toh ketika pacar Anda sampai di kampusnya tepat waktu, semuanya itu baik kan? Yang jadi masalah baru adalah ketika Anda merugikan orang lain agar bisa mengantarkan pacar Anda. Kalau itu terjadi ya.. Hehehe...
Comentários