top of page

Oleh-Oleh dari Farid Stevy

  • Oswald da Iry
  • Feb 5, 2017
  • 3 min read

Semua orang bekerja. Bekerja, bekerja, bekerja, dan terus bekerja. Apa yang mereka cari? Dan apa yang aku cari?

Hari-hari penghujung plesir semakin dekat. Saya mengecek jadwal, banyak kegiatan yang menanti saya untuk saya lakukan. Shooting, editing video sana-sini, nggarap beberapa proyek visual, dan sebagainya. Sepertinya Gusti telah mempersiapkan plesir yang indah untuk saya sebelum kembali ke ‘realita.’

Benar saja, plesir belum selesai, seorang teman mengirimi saya pesan. Saya diajak magang di sebuah produksi film layar lebar. Kebetulan, salah satu sett yang diambil dalam film itu berlangsung di Jogja. Saya diajak magang di divisi sound.

29 Januari pagi, ketika seluruh penghuni kos masih terlelap, saya bangun dengan satu semangat : MUAGAANG BUOS! Saya mandi dan mempersiapkan beberapa barang yang mungkin berguna ketika saya magang. Lokasi shooting hari itu berada di Palagan. Setelah saya memanaskan motor, saya langsung tancap gas, dari Demangan menuju Palagan.

Sesampainya di sana, saya ditugaskan chief saya untuk membuat sound report dan menggulung kabel. Pekerjaan yang tampaknya sepele, tetapi benar-benar bikin pusing. Ternyata menggulung kabel, meskipun saya juga sudah pernah, ketika dilakukan berkali-kali ternyata melelahkan juga. Hari itu, proses pengambilan gambar dimulai kurang lebih pukul sepuluh dan selesai pukul satu pagi.

Semuanya berjalan dengan baik. Hujan yang turun tidak mepersulit kami. Saya mendapatkan banyak pengalaman baru. Saya juga terkejut dan terkagum-kagum dengan cara kerja para crew film Jakarta yang semuanya serba cepat, tanggap, dan sigap.

Yang lebih membuat saya terkagum adalah kedatangan Farid Stevy di lokasi shooting. Pagi itu, ternyata Farid Stevy datang untuk pengambilan sebuah shot. Saya yang sebelumnya diberitahu oleh teman di divisi saya bahwa para crew mendapat buah tangan berupa artwork-nya Farid Stevy di baju, topi, atau tas mereka, membuat saya juga ingin mendapatkan salah satunya.

Akhir cerita, saya ikutan ngantri. Karena status saya yang masih magang, saya dapat giliran terakhir. Semua peralatan sudah dikemasi, saya melihat banyak crew mendapatkan artwork-nya Farid Stevy. Saya tetap menunggu. Dengan agak sungkan, saya akhirnya meminta Farid untuk menuliskan sesuatu dengan spidolnya di bagian belakang handphone saya. Farid tampak sudah lelah, tetapi dengan terbuka dan semangat, dia mau memberikan corat-coretnya di handphone saya.

Sekilas Farid bertanya,”Penakke dituliske opo ki?” (Enaknya, ditulisin apaan nih?) “Waduh, opo wae mas, manut wae mas..” (Duh, apa saja deh Mas, saya nurut saja.) Setelah agak lama berpikir dan mengacak-acak rambutnya, Farid akhirnya menuliskan coretannya. Dengan gaya corat-coretnya, akhirnya, di bagian belakang hp saya tertulis demikian,”OPO WAE KAREPMU AKU MANUT, LUWEH!”

Setelah Farid menuliskan kata-kata itu di handphone saya, kami berdua tertawa. Farid pun menyerahkan handphone saya dengan sangat sopan, njawani. Kami berdua bersalaman, saya berterimakasih, lalu pamit pulang.

Jelas, saya merasa senang karena handphone saya mendapatkan corat-coret dari seseorang yang saya idolakan karya visualnya. Saya mampir ke warung burjo sejenak malam itu untuk menenggak susu hangat. Sejenak saya teringat saat-saat para crew, termasuk saya, mengantre meminta coretan Farid Stevy.

Saya teringat dengan coretan Farid di salah satu kaos milik teman satu divisi saya. Tulisannya cukup menggugah,’bekerja demi pembebasan.’ Kemudian saya menilik coretan Farid di handphone saya. Saya sedikit berpikir dan menginterpertasikan coretannya.

”OPO WAE KAREPMU AKU MANUT, LUWEH!” ketika ini diterjemahkan menjadi bahasa Indonesia akan berbunyi demikian,”Apa saja keinginanmu, aku nurut, aku tidak peduli! Saya tidak paham apa maksud Farid sesungguhnya atas coretan itu. Tetapi bagi saya secara pribadi, dalam memilih, seseorang perlu memprioritaskan kebebasannya. Ketika sebuah pilihan orang lain tidak sesuai dengan apa yang kita pilih, kita tidak boleh waton manut. Akibatnya pun jelas, kita tidak terbebas, menjadi robot orang lain, dan tidak maksimal dalam menjalani/menghidupi pilihan tersebut. Lebih baik tidak peduli sekalian daripada diperbudak keinginan orang lain.

Hari-hari menuju dunia pekerjaan semakin dekat. Kini saya bukan anak kecil lagi. Sebentar lagi saya akan masuk ke dunia pekerjaan, mulai mencari nafkah. Hari itu juga, seseorang dalam bentuk Farid Stevy datang dan mengingatkan (minimal) saya dan orang-orang yang berada di sekitarnya tentang sebuah hal yang sederhana, sangat sederhana, bekerja demi pembebasan!

Comments


Featured Posts
Check back soon
Once posts are published, you’ll see them here.
Recent Posts
Archive
Search By Tags
Follow Us
  • Facebook Basic Square
  • Twitter Basic Square
  • Google+ Basic Square

oswaldtheman featuring wix.com

bottom of page